Perlu dipahami bahwa ibadah wajib lebih utama daripada ibadah sunnah. Ini berlaku dalam shalat dan puasa. Namun ada pengecualian dalam beberapa perkara.
Adapun dalil dalam masalah ini adalah merujuk pada hadits Abu Hurairah berikut ini tentang keutamaan wali Allah. Di dalamnya Allah mendahulukan amalan wajib dari amalan sunnah, juga amalan wajib lebih Allah cintai.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari, no. 2506)
Imam Al-Haramain berkata bahwa para ulama berkata, Allah mengkhususkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mewajibkan sesuatu menunjukkan besarnya pahalanya. Pahala amalan wajib tentu lebih besar daripada pahala amalan sunnah. (Al-Asybah wa An-Nazhair, hlm. 324)
Imam Suyuthi membawakan kaedah dalam masalah ini,
الفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ
“Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah.”
Pengecualian dari Kaedah
- Memutihkan utang itu sunnah, sedangkan memberikan tenggang waktu bagi yang sulit itu wajib. Namun memutihkan lebih afdhal daripada memberikan tenggang waktu.
- Memulai mengucapkan salam dihukumi sunnah. Menjawab salam dihukumi wajib. Namun memulai mengucapkan salam dinilai lebih utama.
- Satu shalat sunnah lebih afhal daripada satu shalat wajib yang ditinggalkan walaupun hanya sekali saja.
- Mengumandangkan azan dihukumi sunnah menurut sebagian ulama seperti yang dikuatkan oleh Imam Nawawi. Sedangkan menjadi imam adalah fardhu kifayah. Namun mengumandangkan azan menurut sebagian ulama dinilai lebih utama daripada menjadi imam.
- Berwudhu sebelum waktu shalat itu sunnah. Sedangkan jika shalat ingin dilaksanakan, berwudhu menjadi wajib. Namun yang pertama lebih utama daripada yang kedua. (Al-Asybah wa An-Nazhair, hlm. 325-327)
Kembali pada keadah di awal, ada hal yang menarik yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar,
مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنْ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنْ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ
“Siapa yang tersibukkan dengan yang wajib dari yang sunnah dialah orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yang tersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialah orang yang benar-benar tertipu.” (Fath Al-Bari, 11: 343)
Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi utama:
Al-Asybah wa An-Nazair. Jalaluddin ‘Abdurrahman As-Suyuthi. Penerbit Dar As-Salam.
Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari. Cetakan Keempat, Tahun 1432 H. Ibnu Hajar Al Asqalani, Penerbit Dar Thiybah.
—
Selesai disusun ba’da ‘Ashar, 12 Safar 1437 H @ Darush Sholihin, Panggang, GK
Muhammad Abduh Tuasikal
Join Channel Telegram, Twitter, Instagram: @RumayshoCom